Antara cinta dan segumpal roti

0

Dear Blog,

Beberapa waktu terakhir aku nampaknya lupa diri. Terbuai senyum, tawa, dan mimpi bersama seseorang. Indah nian, bahkan kadang terlalu indah rasanya begitu nyata di dunia yang fana ini.

Sebenarnya masih prematur meng-klaim bahwa situasi yang terbangun saat ini punya label "cinta". Namun yang terjadi memang, seluruh asa sudah tergerus dalam satu poros, pusatnya hanya "dia". Kadang aku berharap dia yang super "cool" itu bisa tiba-tiba mengerti apa yang sedang membayangi rasaku tanpa harus aku deskripsikan dalam bentuk. Namun, berharap banyak itu bahaya, resiko kecewanya sangat besar.

Lewat segumpal roti, kemarin, aku tersadar...betapa aku merindukan sosoknya. Rasanya bukan ilusi ketika aku lihat bias pelangi rindu terselip dalam setiap helai rambutnya yang tak tertata dengan baik. Diam-diam aku menahan luapan kasih saat terseret dalam irama ulenan adonannya. Sekuat tenaga aku tahan malu untuk mengintip peluh mungilnya yang perlahan berjalan melewati dahinya. Blog, aku luar biasa tersiksa.

Peliknya, aku memahami jiwa petualangnya. Aku bersedia menjadi yang kedua setelah kebebasannya. Aku berempati terhadap pilihannya, menjadi penyendiri. Saat ini mungkin bisa aku baui aroma kehadirannya. Namun esok nanti, belum ada yang menjamin ombak kencang tak akan menyeretnya pergi menjauh dari sisiku.

Kuputuskan untuk menyimpan baik-baik saja rasa ini, tak perlu kuhiasi pita indah pengikat berlabel "komitmen". Izinkan aku bahagia, walau pun usianya mungkin tak lebih lama dari cahaya lilin.

Salam haru biru

Meilan

Tuesday, October 9, 2012

Antara cinta dan segumpal roti

Dear Blog,

Beberapa waktu terakhir aku nampaknya lupa diri. Terbuai senyum, tawa, dan mimpi bersama seseorang. Indah nian, bahkan kadang terlalu indah rasanya begitu nyata di dunia yang fana ini.

Sebenarnya masih prematur meng-klaim bahwa situasi yang terbangun saat ini punya label "cinta". Namun yang terjadi memang, seluruh asa sudah tergerus dalam satu poros, pusatnya hanya "dia". Kadang aku berharap dia yang super "cool" itu bisa tiba-tiba mengerti apa yang sedang membayangi rasaku tanpa harus aku deskripsikan dalam bentuk. Namun, berharap banyak itu bahaya, resiko kecewanya sangat besar.

Lewat segumpal roti, kemarin, aku tersadar...betapa aku merindukan sosoknya. Rasanya bukan ilusi ketika aku lihat bias pelangi rindu terselip dalam setiap helai rambutnya yang tak tertata dengan baik. Diam-diam aku menahan luapan kasih saat terseret dalam irama ulenan adonannya. Sekuat tenaga aku tahan malu untuk mengintip peluh mungilnya yang perlahan berjalan melewati dahinya. Blog, aku luar biasa tersiksa.

Peliknya, aku memahami jiwa petualangnya. Aku bersedia menjadi yang kedua setelah kebebasannya. Aku berempati terhadap pilihannya, menjadi penyendiri. Saat ini mungkin bisa aku baui aroma kehadirannya. Namun esok nanti, belum ada yang menjamin ombak kencang tak akan menyeretnya pergi menjauh dari sisiku.

Kuputuskan untuk menyimpan baik-baik saja rasa ini, tak perlu kuhiasi pita indah pengikat berlabel "komitmen". Izinkan aku bahagia, walau pun usianya mungkin tak lebih lama dari cahaya lilin.

Salam haru biru

Meilan